Intisari

Relasi Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia (Soemarwoto 1976)

Ilustrasi daerah pedesaan dan perkotaan. (sumber gambar: INSEAD Knowledge)
Ilustrasi daerah pedesaan dan perkotaan. (sumber gambar: INSEAD Knowledge)

Referensi lama memiliki daya tarik tersendiri dalam perjalanan perkembangan sosial masyarakat pedesaan dan perkotaan di Indonesia. Kali ini, tulisan dari Soemarwoto pada tahun 1976 yang diterbitkan oleh “Habitat”, sebuah jurnal internasional terbitan Pergamon Press. Naskah tersebut membahas hubungan antara kawasan rural dan urban di Indonesia. Hal tersebut mengingat kondisi eksisting yang adasaat ini, tidak terlepas dari perjalanan sejarah yang telah berlangsung pada masa sebelumnya.

Desa-Kota-Lingkungan

Kawasan pedesaan dan perkotaan memiliki hubungan yang erat dan cenderung saling memberikan pengaruh. Pada paper yang dituliskan tersebut, diawali dengan mobilitas penduduk, khususnya ke kota (urbanisasi). Soemarwoto menyebut bahwa terdapat sebab dari perpindahan yang berasal dari perkotaan maupun pedesaan yakni, daya tarik dari kawasan perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan pedesaan.

Faktor perpindahan pun beragam, bergantung pada orientasi masing-masing. Ada yang disebabkan oleh pencarian pengalaman bagi pemuda, akses pendidikan, atau mencari sumber penghidupan. Selain karena orientasi atau tujuan, faktor asal suku juga memberikan pengaruh atas aktivitas yang sering disebut merantau.

Urbanisasi, tidak selamanya berujung seperti apa yang menjadi cita-cita. Pada suatu kondisi, justru memperburuk kondisi. Urbanisasi turut mengantarkan pada peningkatkan kepadatan populasi. Disisi lain, ternyata urbanisasi tidak secara signifikan  mengurangi kepadatan penduduk di kawasan pedesaan. Upaya lain yang digunakan adalah transmigrasi. Menurut Iskandar (1973) dalam paper tersebut menyebutkan, bahwa kepadatan populasi di Jawa mencapai 576 jiwa per km². Meski demikian, upaya tersebut dinilai tidak signifikan akibat pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan penduduk justru menekan masalah penghidupan di pedesaan. Hal itu menyebabkan kegiatan-kegiatan industri yang masuk ke desa, menekan kawasan pertanian yang menjadi “tulang punggung” masyarakat. Meski mendapatkan ganti dengan keuangan, pengetahuan akan finansial dalam mengelola keuangan menyebabkan masyarakat tidak mampu menghasilkan sumber pendapatan baru.

Adanya tekanan di pedesaan semakin menekan masyarakat untuk mencari penghidupan, baik ke kota atau menekan hutan yang masih tersedia. Pada akhirnya, daya dukung menjadi poin yang perlu diperhatikan.

Lanskap

Tulisan karya Soemarwoto tersebut memberikan gambaran tentang relasi kawasan perkotaan dan pedesaan yang sedikit banyak berkaitan dengan  lingkungan. Diantara kedua sisi tersebut saling memberikan pengaruh. Daya dukung alam yang memiliki batas, tak lantas diabaikan atau terabaikan. Melihat kondisi tersebut, rasanya bukan sebuah kesalahan apabila berpendapat bahwa daya dukung  tidak hanya dibebankan pada satu sisi, namun perlu pendekatan lanskap untuk melihat secara lebih komprehensif.

Referensi: Soemarwoto O. 1976. Rural-Urban Relationships in Indonesia. Habitat, Vol 1 (3): 247-250.

What is your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *